Sabtu, 13 Agustus 2011

Pertanyaan Kritis untuk Para Penghujat NEGARA ISLAM



Jauh-jauh hari Nabi Saw sudah mengingatkan, bahwa kelak akan muncul banyak fitnah. Memegang agama saat itu ibarat menggenggam bara api. Kalau bara dilepaskan, ia akan padam; kalau bara terus digenggam, tangan akan hangus. Betapa sulitnya menjadi orang ISTIQAMAH dalam keadaan seperti ini. Apalagi, banyak aktivis Islam yang semula sangat militan dan istiqamah, lalu mereka mulai berguguran satu per satu karena fitnah jabatan, harta, dan wanita. Bukan hanya orang kafir yang menanti-nanti agar kita terjerumus. Para mantan aktivis itu juga akan tersenyum puas kalau melihat kita ikut-ikutan berguguran.
[Allahumma ya Rabbana, inna nas’alukal ‘afiyah fid dunya wal Akhirah. Wa sallimna min kulli fitnatin, wa dhalalah, wa fasad. Waj’alna mustaqiman zhahira wa bathina ila akhiri hayatina. Allahumma amin ya Mujibas sa’ilin].
ISLAM ANTI TERORISME
Ajaran Islam sama sekali tidak mengajarkan praktik terorisme. Banyak ulama, lembaga-lembaga Islam, serta para cendekiawan Muslim yang bekerja keras mengingkari praktik terorisme. Cukuplah ayat ini sebagai dalil yang sering dibacakan oleh para khatib. “Sesungguhnya Allah itu memerintahkan berbuat adil dan ihsan, memberi karib-kerabat, mencegah perbuatan keji dan munkar, serta permusuhan. Dai memberi pelajaran kepadamu agar kalian mengambil pelajaran.” (An Nahl: 90).
Jika ada ajaran Islam yang dianggap paling keras, maka ia adalah JIHAD Fi Sabilillah. Jihad seringkali termanifestasikan dalam bentuk peperangan. Ya, mana lagi urusan manusia yang lebih keras dari peperangan? Namun, dalam Jihad itu pun Islam memberikan adab-adab. Perang dalam Islam bukan untuk misi penjajahan, tetapi untuk menyebarkan Rahmat Islam.
Seperti contoh, Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah Ra. beliau dengan legowo menyerahkan kembali harta kaum Nashrani Palestina yang semula diberikan kepada pasukan Islam sebagai jaminan keamanan atas mereka. Namun waktu itu Khalifah Umar Ra. Memerintahkan pasukan Islam kembali ke Madinah. Panglima Abu Ubaidah dan pasukannya patuh Khalifah, mereka harus segera meninggalkan Palestina. Kaum Nashrani Palestina tahu rencana penarikan pasukan Islam itu. Mereka dengan menghiba-hiba meminta supaya pasukan Islam tetap berada di Palestina. Bahkan mereka berjanji akan menambahkan jaminan hartanya. Di mata kaum Nashrani, pasukan Islam meskipun berbeda agama, mereka sangat menghargai kaum Nashrani. Tidak melecehkan mereka sedikit pun. Berbeda dengan pasukan Romawi. Meskipun seagama dengan mereka, tetapi kerjanya menindas terus warga Palestina. Penindasan Romawi sementara waktu berakhir ketika pasukan Islam datang, lalu mengusir Romawi dari Palestina. Ini adalah contoh nyata adab-adab Islami di medan konflik.
Islam tidak mengenal istilah kolonialisme seperti yang biasa dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa. Islam telah bersentuhan dengan aneka jenis keyakinan manusia, tetapi disana tidak ada penjajahan. Kaum Muslimin tidak memiliki sejarah penjajahan di belahan bumi manapun. Berbeda dengan Eropa. Seakan, dimanapun mereka menginjakkan kaki di muka bumi, mereka ingin menindas manusia-manusia yang mereka temui. Islam suci dari hal-hal seperti ini.
Nah, atas semua itu, lalu terjadilah aksi-aksi terorisme di berbagai tempat. Pelakunya mengklaim sebagai mujahidin yang sedang menjalankan Jihad Global melawan Amerika. Sasaran-sasaran sipil mereka serang, seperti yang berkali-kali terjadi di Indonesia. Korban warga sipil berjatuhan, termasuk orang-orang yang memiliki KTP Islam. Kebanyakan serangan dilakukan dengan bom, bahkan bom manusia atau bom mobil. Semua aksi kekerasan itu lalu diklaim sebagai Jihad, pelakunya disebut Mujahidin, yang wafat diklaim sebagai Syahid.
Dan anehnya, dunia internasional yang notabene mayoritas kafir, malah setuju, mendukung, meyakini, serta membenarkan, bahwa semua aksi-aksi itu adalah manifestasi Jihad Fi Sabilillah. Lho, katanya mereka anti terorisme, tapi malah setuju dengan DEFINISI JIHAD menurut para pelaku kekerasan itu? Ini aneh bin ajaib. Seharusnya mereka memahami Jihad sesuai pendapat mainstream ulama-ulama Islam. [Kalau memang benci terorisme, harusnya mereka merujuk definisi Jihad menurut ulama-ulama yang masyhur, bukan menurut pelaku aksi-aksi itu sendiri].
Sekali lagi saya tegaskan, sekalipun dalam konfrontasi peperangan, Jihad Fi Sabilillah memiliki adab-adab. Itu sudah pasti. Namun dalam aksi terorisme kenyataannya sangat aneh. Mau disebut Jihad, atas dasar apa mereka berperang? Di atas konflik apa mereka berperang? Di pihak mana mereka berdiri, dan dengan siapa mereka berperang? Dimana medan perang itu berada dan bagaimana aturan main yang disepakati pihak-pihak yang terlibat perang? Semuanya serba tidak jelas.
Islam adalah agama yang sempurna, memiliki aturan-aturan dalam segala sisi. Mulai dari adab masuk WC, saat bercermin, ketika makan, berpakaian, berhubungan seksual dengan isteri, sampai menegakkan kepemimpinan, Islam memiliki aturannya. Lha ini, ada kelompok Islam yang katanya pro Syariat Islam, tetapi mereka melancarkan serangan militer seperti orang-orang yang tidak belajar adab Islam. Aneh tentunya.
Lalu karena aksi-aksi kekerasan semacam itu, ajaran Islam menjadi bulan-bulanan kaum kuffar. Salah satu ajaran Islam yang sangat dizhalimi pasca kasus-kasus teror ini adalah DAULAH ISLAMIYYAH (Konsep Negara Islam).
Kita dengar di TV-TV pernyataan para tokoh, baik dari kalangan aparat, mantan pejabat, atau orang-orang yang dianggap pakar. Komentar-komentar mereka sangat perih dalam menyerang Konsep Negara Islam. Di mata mereka, isu Negara Islam inilah yang dianggapbiang kerok terorisme. Kalau Anda mendengar pernyataan Sidney Jones, pasti ujung-ujungnya menyerang DI/TII di masa lalu. Lho, apa hubungannya teror bom dengan DI/TII? Lagi pula, bisakah Sidney menyebutkan fakta sejarah, bahwa suatu negara bisa berdiri dengan teror bom? Hanya orang bodoh yang akan membenarkannya.
DAULAH ISLAM TIDAK BERSALAH
Ketika kita bicara tentang fakta terorisme, saat itu kita bicara tentang cara-cara kekerasan yang tidak dibenarkan oleh Syariat Islam. Terorisme tidak bisa ditarik ke ajaran Islam, begitu pula sebaliknya. Maka otomatis, terorisme tidak bisa dikaitkan dengan seluruh sisi ajaran Islam, termasuk Daulah Islamiyyah.
Mengaitkan Daulah Islamiyyah dengan terorisme adalah fitnah besar. Sejak jaman Nabi Saw dan Para Shahabat Ra., sampai saat runtuhnya Khilafah Utsmaniyyah di Turki, tidak ada satu pun daulah-daulah itu yang ditegakkan dengan cara teror. Apalagi dengan bom manusia dan menjadikan warga sipil sebagai sasaran. Secara teori, tidak ada satu pun negara di dunia yang bisa lahir dengan cara teror. Teror itu akan membangkitkan amarah manusia. Para pelaku teror alih-alih akan didukung, mereka justru dibenci oleh masyarakat luas. Bahkan kalau mau jujur, kelompok IRA di Irlandia pun sampai saat ini masih gagal memisahkan wilayahnya dari Britania Raya. Padahal aksi-aksi serangan IRA sudah sangat dikenal di dunia, jauh sebelum para pemuda-pemuda Muslim terjun di bidang ini.
Ajaran Islam pun tidak memberi ruang bagi aksi-aksi terorisme. Ada beberapa ayat dalam Al Qur’an yang seolah menyuruh melakukan teror, misalnya:
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah).” (Al Baqarah: 191).
Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.” (An Nisaa’: 89-90).
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.” (At Taubah: 5).
Sepintas lalu, ayat-ayat ini memerintahkan kaum Muslimin menyerang orang-orang musyrikin dimana saja mereka berada. Tetapi kalau Anda membaca ayat tersebut secara lengkap, akan segera tampak bahwa disana ada KONTEKS-nya. Ayat-ayat ini berkaitan dengan permusuhan antara kaum Muslimin di Madinah dengan kaum musyrikin Makkah. Permusuhan itu sudah terang-benderang, sudah sama-sama dimaklumi oleh kedua belah pihak. Kaum musyrikin Makkah menghalangi Ummat Islam berhijrah ke Madinah, mereka berkali-kali hendak membunuh Nabi Saw., dan mereka memperlakukan kaum Muslimin selama di Makkah dengan sangat kejam. Semua itu menjadi BUKTI NYATA bahwa konflik di antara kedua belah pihak sudah matang, tinggal diselesaikan di medan perang. Fakta berbicara, bahwa 2 tahun setelah Hijrah Nabi, pecahlah Perang Badar. Perang itu terjadi tidak lama setelah kaum Muslimin memiliki pijakan kaki di Madinah. Hari saat terjadi Perang Badar oleh Al Qur’an disebut sebagai Yaumul Furqan, hari pembeda antara yang haq dan bathil. (Surat Al Furqan: 41).
Ayat-ayat seperti di atas tidak boleh dipahami secara SERAMPANGAN. Tetapi kita harus melihat bagaimana Nabi Saw. dan Shahabat Ra. memahaminya. Untuk menerjuni konflik itu harus jelas dulu duduk masalahnya. Contoh terbaik, sebelum kaum Muslimin memerangi Kisra Persia, Nabi Saw. pernah mengirimkan surat kepada Kisra, lalu surat tersebut dirobek-robek oleh Kisra. Sejak saat itu dimaklumkan perang kepada Kisra Persia, meskipun realisasinya baru terjadi di jaman Khalifah Umar bin Khattab Ra. Kisra Persia adalah kaum musyrikin, tetapi Nabi Saw. tidak serta-merta memerintahkan kaum Muslimin memerangi mereka.
Begitu pula, saat pembebasan Kota Makkah. Waktu itu kaum Muslimin memasuki Kota Makkah dengan penuh kehormatan, sedang orang-orang musyrik tunduk terhina. Tetapi disini, warga Makkah tidak diserang habis-habisan, seperti dalam ayat-ayat di atas. Mereka dibebaskan oleh Nabi Saw. Orang-orang yang melarikan diri dari Makkah, tidak dikejar. Bahkan Hindun isteri Abu Sufyan dan warga Makkah lain, mereka meyakini bahwa Nabi itu orang baik, pasti tidak akan menzhalimi mereka. Karena itu pula warga Makkah berbondong-bondong masuk Islam.
Memang pada hakikatnya, Jihad Fi Sabilillah itu sebuah sarana untuk menyebarkan Rahmat Islam. Ia bukan metode untuk merusak kehidupan, menghancurkan harta-benda, membunuhi manusia-manusia tak berdosa. Allah Maha Kaya, untuk apa Dia memerintahkan manusia berbuat zhalim seperti itu? Bahkan dalam Al Qur’an disebutkan: “Janganlah kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (Al Ankabuut: 36).
Dapat disimpulkan, Daulah Islamiyyah tidak ada kaitannya sama sekali dengan terorisme. Hanya orang-orang JAHIL saja yang akan menegakkan Daulah Islamiyyah dengan metode teror. Baik secara Syar’i, fakta sejarah, dan teori, tidak ada negara yang berdiri dengan metode teror. Umumnya melalui gerakan massa, gerakan politik, gerakan militer, kudeta kepemimpinan, atau perang terbuka.
Secara pribadi saya mengajak diskusi terbuka kepada siapapun yang selama ini menuduh bahwa aksi-aksi terorisme itu ditujukan untuk menegakkan Daulah Islamiyyah. “Tunjukkan bukti-bukti kalian, kalau kalian adalah orang yang benar!” (Al Baqarah: 111).
SEMBILAN MATERI PERTANYAAN
Beberapa waktu lalu terbit sebuah buku yang berjudul, Ilusi Negara Islam. Dari judulnya saja sudah tampak, bahwa buku itu sangat anti dengan konsep Negara Islam. Di mata mereka, Negara Islam adalah ilusi belaka. Ini adalah hasil pekerjaan para penganut agama LIBERAL. Ya, kita maklumilah; setiap orang kafir tentu akan menampakkan amal-amal kekafirannya.
Namun setelah buku itu terbit, serangan yang paling keras justru muncul setelah meledak bom di JW Marriott dan Ritz Carlton. Kasus teror bom ini juga ditunggangi untuk menyerang Konsep Negara Islam. Maka disini kita ajukan 10 pertanyaan kritis kepada para PENGHUJAT Negara Islam. Sanggupkah mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan meyakinkan? Kalau sanggup, bisa jadi mereka memiliki sekian argumentasi kebenaran yang layak dicermati.
Berikut pertanyaan-pertanyaannya:
[1] Apakah di dunia ini manusia berhak menginginkan model negara yang lebih sesuai dengan keyakinan hatinya? Apakah para penganut ideologi Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Nasionalisme, Sekularisme, Kristen, Yahudi, Hindu, dll. boleh memiliki negara yang sesuai dengan keyakinan mereka? Jawabnya, tentu boleh. Sebab fakta berbicara, selama ini banyak negara berdiri dengan orientasi ideologi masing-masing. Jika demikian, mengapa orang marah ketika kaum Muslimin menginginkan model negara yang sesuai dengan ajaran Islam?
[2] Siapakah yang menciptakan kehidupan ini, menciptakan manusia dan seluruh isi alam semesta? Menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, menegakkan langit, menghamparkan bumi, memperjalankan matahari, bulan, dan benda-benda langit? Siapakah yang memberi manusia rizki, kesehatan, nafas, serta aneka macam kenikmatan? Orang-orang yang meyakini KEBENARAN TUHAN pasti akan menjawab: ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala. Jika demikian, mengapa ada sebagian manusia yang ingin memaksakan kehendaknya? Mereka tidak memberi kita nyawa, rizki, dan kehidupan, tetapi ingin BERKUASA mengatur seluruh kehidupan kita. Apa urusanmu memaksa manusia supaya sekuler semua? Apakah dirimu Tuhan yang menyediakan semua keperluan hidup manusia?
[3] Seandainya sebagian kaum Muslimin menginginkan mendirikan Negara Islam, apakah tujuan pendirian itu? Apakah yang mereka inginkan adalah membunuhi orang-orang kafir, memenggali leher-leher mereka, memperkosa wanita-wanitanya, membunuhi anak-anaknya? Apakah tujuan pendirian negara Islam itu untuk menjajah manusia, menindas mereka, menghinakan harga dirinya, mengeksploitasi kehidupannya, merusak rumah-tangganya, menghancurkan alam sekitar, mematikan akal manusia, menyebarkan teror, dan menegakkan imperium kejahatan? Apakah tujuan mendirikan Negara Islam seperti itu? Laa haula wa laa quwwata illa billah. Islam iturahmatan lil ‘alamiin, tidak mungkin ajarannya mengandung sifat-sifat angkara murka seperti itu. Orang-orang yang menginginkan Negara Islam adalah manusia-manusia yang menginginkan kebaikan. Jika mereka pro kejahatan, pasti tidak bercita-cita menegakkan Negara Islam.
[4] Pernahkah orang-orang yang menghujat Negara Islam mempelajari sejarah? Kalau mereka belajar sejarah, pasti mereka tahu bahwa kaum Muslimin memiliki reputasi luar biasa di bidang penegakan Negara Islam ini. Negara Islam pertama didirikan oleh Nabi Saw di Madinah, diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin, lalu oleh para Khalifah Islam sampai berakhir di era Sultan Hamid II, di Turki Utsmani. Sejarah Negara Islam telah melewati masa yang panjang, 1300-an tahun. Ini adalah sejarah negara ideologi terpanjang dalam sejarah. Jika kaum Muslimin memiliki sejarah besar dalam masalah ini, mengapa mereka tidak boleh mewarisi kebaikan-kebaikan dari masa lalunya?
[5] Para penghujat Negara Islam di Indonesia, apakah mereka pernah belajar tentang sejarah Islam di negeri ini? Kalau mereka pernah belajar sejarah, tentu mereka masih ingat dengan KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM di Nusantara. Disana ada Samudra Pasai, Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Kerajaan Ternate-Tidore, dan lain-lainnya. Di masanya, mereka adalah Kerajaan-kerajaan Islam. Bahkan seperti Sultan Iskandar Muda di Aceh, di masanya beliau pernah memiliki kontak kerjasama dengan Kerajaan Ustmani di Turki. Ini adalah fakta sejarah yang terang-benderang. Bagaimana mungkin Ummat Islam di Indonesia memiliki sejarah Kerajaan Islam, lalu di hari ini kita tidak boleh bicara tentang Negara Islam? Justru kalau mau jujur, sejarah negara nasionalis di Indonesia baru dimulai sejak merdeka, tahun 1945. Apakah suatu keadilan, sejarah yang belum berumur 100 tahun hendak memusnahkan sejarah yang telah ratusan tahun?
[6] Apakah para penghujat Negara Islam itu, mereka beragama Islam? Andai mereka Islam, bagaimana cara mereka memahami agamanya? Apakah agama itu cukup tertempel di KTP, lalu diamalkan berupa Shalat, Puasa, dan Zakat? Apakah agama cukup dipahami sebagai simbol, data identitas, atau pemuas kebutuhan ritual semata? Jika demikian cara mereka memahami Islam, berarti mereka belum benar-benar memahami Islam itu sendiri. Lalu keyakinan apa yang selama ini benar-benar mereka peluk? Apakah Sekularisme, Nasionalisme, atau Materialisme? Jika mereka memahami Islam dengan baik pasti tidak akan menghujat Negara Islam. Negara Islam pada dasarnya adalah pelindung kehidupan Muslim itu sendiri.
[7] Apakah para penghujat Negara Islam, mereka meyakini bahwa cara menegakkan Negara Islam hanya bisa dengan metode terorisme? Jika demikian pemahaman mereka, itu artinya mereka tidak mengerti ajaran Islam itu sendiri. Nabi Saw dan para Salafus Shalih, tidak ada yang menegakkan Negara Islam dengan cara-cara teror. Cobalah cari buktinya, Anda pasti kesulitan mendapatkannya. Menegakkan Negara Islam menurut Nabi Saw adalah dengan metodedakwah, tarbiyah, dan siyasah (politik). Hal itu tampak nyata dalam Shirah Nabawiyyah. Intinya, kalau tidak mengerti tentang Islam, jangan berlagak sok tahu!
[8] Apakah para penghujat Negara Islam, mereka benar-benar mencintai kemaslahatan hidup manusia (tidak hanya bagi kaum Muslim)? Jika demikian, mengapa mereka menghujat Negara Islam? Perlu Anda ketahui, missi besar di balik tegakkan Negara Islam adalah membangun peradaban manusia dengan fondasi MORALITAS. Di Negara Islam, moralitas sangat dijunjung tinggi. Akhlak mulia, keadilan, kehormatan, menghindari kemungkaran dan perbuatan keji, kebersamaan, solidaritas, gotong-royong, dll. Semua itu benar-benar ditegakkan SECARA NYATA, karena didukung penuh oleh negara. Bukan sekedar RETORIKA seperti di Indonesia selama ini. Orang-orang Indonesia sangat lihai bicara soal moral, tapi semua itu hanya OMONGAN DOANG. Bahkan negara tidak sungguh-sungguh menginginkan agar nilai-nilai moralitas tegak dalam kehidupan rakyatnya. Dengan modal moral CUMA OMONGAN itu, yakinlah bahwa bangsa ini tidak akan pernah mencapai keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian. Konsep Negara Islam adalah upaya membangun kehidupan negara berbasis moralitas. Andai semua itu bisa tegak dengan cara lain, mungkin cara seperti itu layak diterapkan.
[9] Apakah para penghujat Negara Islam, mereka percaya bahwa agama (termasuk Islam) harus dilindungi eksistensinya? Bagaimana cara kita akan melindungi suatu agama, kalau tidak menerapkan sistem pemerintahan yang menjamin eksistensi nilai-nilai agama itu? Penerapan sistem sekuler jelas akan mematikan agama, lambat atau cepat. Penerapan Sekularisme di negara-negara Muslim, pasti ujungnya akan mematikan Islam itu sendiri. Nah, sudah siapkah kita kelak kehilangan eksistensi agama ini? Jika seseorang rela kehilangan Islam dari kehidupan manusia, ya lakukan saja apapun yang Anda inginkan. Itu artinya, Anda bukanlah hamba Allah, tetapi murni benar-benar hamba Iblis. Kami sendiri, selagi masih mmpu, akan mempertahankan agama ini sekuat kemampuan. Hanya kepada Allah kami berlindung dan memohon pertolongan.
Demikian pertanyaan-pertanyaan kritis yang bisa diajukan. Silakan dijawab dengan baik oleh para penghujat Negara Islam. Singkat kata, Islam adalah agama Rahmatan lil ‘alamiin. Begitu pula dengan Konsep Negara Islam. Bahkan ia adalah puncak dari perwujudan nilai-nilai Rahmat itu. Tidak ada dalam agama ini ajaran kezhaliman, kedurhakaan, atau kesewenang-wenangan.
Seperti diungkap oleh Rib’i bin Amir Ra. di hadapan Kisra Persia, Rustum. Rib’i ditanya tentang apa yang dibawa oleh pasukan Islam. Dia menjawab, “Allah mengutus kami untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju ibadah kepada Allah, dari kesewenang-wenangan agama menuju keadilan Islam, dari sempitnya dunia menuju keluasannya.
Cukuplah perkataan Rib’i bin Amir Ra. itu sebagai SAKSI di antara kita, di antara orang-orang beriman dan para penghujat Konsep Negara Islam. Andai mereka paham tentang kemuliaan Islam, tentu mereka tidak akan berani melontarkan fitnah-fitnah keji terhadap agama ini. Wallahu A’lam bisshawaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar